Bantengan Pacet Salah Satu Kekayaan Seni Budaya
Outbound Pacet | Kesenian Bantengan adalah salah satu kekayaan seni tradisional rakyat Kabupaten Mojokerto. Selanjutnya seni bantengan berkembang menjadi sebuah satu seni tradisi yang dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat Mojokerto.
Kesenian Bantengan sekarang sedikit demi sedikit mengalami perkembangan di wilayah Kabupaten Mojokerto, khususnya Pacet. karena kesenian ini diyakini sebagai daerah tempat lahir seni bantengan.
Namun, tak hanya di Pacet saja, di Trawas juga banyak terdapat kelompok kesenian bantengan, maupun di daerah lain diluar mojokerto juga ada tapi dengan ciri khas sesuai daerah masing-masing.
Guna untuk melestarikan kesenian Bantengan, Pemerintah khususnya Daerah Kabupaten Mojokerto setiap tahun menggelar sebuah festival seni Bantengan. Rata-rata diikuti sekitar 60 kelompok/grup kesenian bantengan yang berasal dari wilayah Kabupaten Mojokerto.
Dalam acara ini banyak hadiah yang disediakan panitia termasuk hadiah utama berupa sebuah piala bergilir Bupati Mojokerto. Tentu acara ini menjadi kabar yang sangat membahagiakan bagi para wisatawan pemburu acara seni dan budaya. Bagi pecinta dunia fotografi juga layak menjadikan acara ini sebagai ‘acara wajib’ untuk berburu foto atraktif dan estetik dari para pemain bantengan.
Hal ini bisa membuktikan bahwa kesenian Bantengan terus tumbuh menjadi seni tradisional asli Indonesia yang layak mendapat apresiasi oleh masyarakat dan perhatian pemerintah. Kemajuan dan perkembangan kesenian bantengan ini tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat yang selalu mendukung ksenian Bantengan.
Pemerintah Mojokerto sebagai fasilitator tentunya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk menunjangya kelestarian budaya ini. Makin banyak berkembangnya jumlah kelompok – kelompok seni Bantengan di Kabupaten Mojokerto tentu diharapkan ke depannya mampu menjadi ikon wisata kreatif dan wisata seni budaya Kabupaten Mojokerto.
Kesenian Bantengan awal mulanya berasal dari desa Made Kecamatan Pacet. Dahulu kala, kesenian ini sering dipertunjukkan pada surau-surau disertai dengan adegan Pencak Silat atau Bela Diri. Daerah Trawas, Pacet, Jatirejo, dulunya adalah daerah hutan belantara.
Dari situ ada sesepuh yang menemukan banteng mati setelah tanding dengan banteng lainnya. Diambillah banteng mati tersebut dan dibawa pulang. Sesepuh itu mengambil tengkorak kepala banteng dan dijadikan permainan untuk dihadirkan kepada roh nenek moyang.
Dengan seiringnya zaman, bahan dasar kesenian Bantengan diperbarui. Kepala banteng mulai dibuat dari kayu yang diukir mirip identik dengan kepala banteng asli. Lalu badannya menggunakan kain hitam yang menyambungkan dengan ekor banteng.
Pada masa sekarang, Bantengan tidak lagi dihadirkan untuk roh nenek moyang tapi dipertontonkan depan orang banyak untuk memperingati Khitanan, Pernikahan, Ruwatan desa, Karnaval, HUT RI, Car Free Day Pacet, bahkan kadang di pertontonkan di lokasi wisata ubalan dan, setiap tahunnya diadakan Festival Bantengan oleh Bupati Mojokerto untuk masyarakat daerah Selatan.
Kebudayaan yang satu ini melahirkan kekompakan pada masyarakat. Bantengan mempunyai filosofi bermakna. Di dalam banteng terdapat dua pemain, satu di kepala dan satunya di ekor banteng. Mereka harus bermain menjadi satu tubuh, satu jiwa, satu roh, satu karakter untuk menghasilkan gerakan indah dan memukau para penonton.
Mereka mempunyai gerakan spontanitas sesuai dengan iringan musik tradisional yang dimainkan. Pertunjukan Bantengan diwarnai dengan berbagai kesenian. Dalam perfom kesenian Bantengan, pemain mempertontonkan bela diri atau pencak silat tunggal dan sabung sebagai pembuka.
Setelah itu dilanjutkan dengan keluarnya topeng macan dan ogo-ogo. Atraksi berdiri diatas duri, badan diikat, ditusuk pedang juga mewarnai acara Bantengan ini. Ada juga pertunjukan joget dengan lakon berbagai topeng yang menghibur para penonton dengan gayanya yang unik dan lucu.
Akhir dari acara atau puncak acara yang ditunggu-tunggu oleh semua orang, tentunya adalah Bantengan. Bantengan membuat orang semua tegang dan akan terjadi kejar-kejaran dengan penonton yang sengaja mengejek si Banteng dengan siulannya.
Kebudayaan mistik ini sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dianggap musyrik dengan adegan erotiknya yakni kesurupan. Jika diteliti sendiri, telah dibuktikan bahwa kesenian Bantengan mempunyai trik sendiri untuk menegangkan penonton bukan dengan kesurupannya.
Pada masa sekarang, seringkali bantengan juga diiringi dengan lagu-lagu yang mengandung sholawat serta kidungan jawa yang mengandung makna. Kemenyan yang digunakan pemain berasal dari lokal yang disertai dengan dapu, candu, dan wangi-wangian lainnya bukan untuk kemusyrikan. Hal tersebut digunakan untuk mengelabuhi orang Belanda demi keselamatan jiwa.
Mereka berpura-pura memanggil roh halus dan akhirnya kesurupan. Mereka memberi tanda mistik berupa minyak wangi tersebut. Di lain sisi, wangi-wangian menyampaikan makna manunggaling kawula lan Gusti dengan tujuan agar bisa memainkan seni peran dan membawa keberhasilan dan dapat dikabulkan oleh tuhan. Dalam konteks olah hati, tersirat berbagai amanat di dalamnya.
Kesenian ini merupakan salah satu bentuk akulturasi budaya kejawen dengan nyanyian islam guna mendekatkan diri dengan tuhan. Setiap manusia ingin mendapatkan kesempurnaan dalam hidupnya. Hal ini diibaratkan dengan melakonkan dan memainkan peran di pertunjukan Bantengan ini.
Kesenian Bantengan dulunya hampir punah dari peradaban dan terkenal dengan kesenian musiman. Pada masa sekarang, kesenian Bantengan terangkat lagi sebagai kebudayaan komunal dan kesenian tradisional masyarakat mojokerto yang perlu dijaga agar tidak diambil oleh Negara lain.
Hal tersebut juga untuk menambah kekayaan budaya Indonesia. Untuk memperkaya Indonesia marilah putra-putri Majapahit melestarikan semua budaya termasuk kesenian tradisional Bantengan agar tetap menjadi keindahan kebudayaan di Indonesia.